Rabu, 26 Oktober 2016

Adu Branding Rano VS Wahidin

Kemenangan calon kepala daerah salah satunya ditentukan oleh kekuatan Personal Branding Calon
---Hanta Yuda---

KPUD Propinsi Banten telah menabung gong pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Banten beberapa pekan lalu dan dua pasangan calon pun telah mengambil nomor urut. Pasangan Wahidin-Andika mendapatkan nomor urut satu dan Rano-Embay mendapat nomor urut dua. Saya tidak akan membicarakan perihal nomor urut karena sudah dibahas pada tulisan sebelumnya yang berjudul Antara Salam Dua Jari dengan Angka Satu Pasti.

Kali ini saya ingin mengulas strategi personal branding Calon Gubernur Banten, yaitu antara Rano dan Wahidin. Saya bahas personal branding Rano lebih dahulu, karena dia  calon petahana. Penulis melihat, sejauh ini personal branding Rano tidak tampak jelas kendati dia adalah petahana. RK  tidak seberani koleganya sesama kader PDIP di Jawa Tengah, yaitu Ganjar Pranowo yang ketika mencalonkan diri menjadi Gubernur Jawa Tengah.

Saat itu Ganjar dibranding sebagai sosok calon yang anti korupsi dan komitmen untuk tidak akan melakukan hal itu saat terpilih menjadi Gubernur Jawa Tengah. Ganjar cukup berani dengan branding anti korupsi dan tidak membohongi. Personal branding Ganjar ketika itu diracik dan menghasilkan tagline Ora Korupsi, Ora Ngapusi (Tidak Korupsi, Tidak Membohongi). Sementara RK tidak cukup berani mengusung personal branding anti korupsi, kendati ia sebagai Gubernur Banten beberapa waktu lalu menggandeng Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Boleh jadi itu bagian dari aktivasi personal brandingnya RK, namun sayang hal itu tidak diterjemahkan dalam aktivitas kampanye RK, baik melalui event, publikasi dan advertising. RK memilih menggunakan tagline Banten Bangkit, yang menurut penulis kurang menggigit.

Padahal, isu korupsi ini cukup seksi di Banten pasca maraknya pejabat di Banten yang tertangkap KPK. Kedua, Rano juga seperti mengurangi dominasi warna merah dalam aktivitasi branding yang dilakukan melalui advertising. Billboard RK menggunakan warna background putih. Prediksi penulis, dominasi merah di wilayah Banten Barat mungkin dinilai memiliki risiko tinggi mengingat Banten adalah daerah agamis, ditambah isu Agama saat ini cukup mendapatkan perhatian publik pasca statement Ahok soal surat Al Maidah:51, dimana PDIP sebagai pengusung utama menjadi icon Ahok. Mungkin karena alasan ini pula RK memilih Embay Mulya Syarief sebagai representasi pemilih agamis.


Walaupun Golkar juga menjadi pengusung Ahok, tapi publik lebih lekat bahwa Ahok-Jarot adalah jagoan PDIP. Ditambah lagi, pada Pilpres 2014 lalu, ada riak-riak yang cukup menyengat dengan salah satu kader PDIP Ribjka Ciptaniang, yang menulis buku "Aku Bangga Jadi Anak PKI". Buku Ribjka cukup kontroversial dikalangan umat muslim.

Sejauh ini penulis melihat strategi Personal Branding RK tidak menggigit, sehingga masih terlihat garing. Hanya simbol Salam Dua Jari yang saat ini lebih tenar ketimbang Personal Branding RK sendiri. Padahal efek Salam Dua Jari yang merupakan hasil jiplakan Jokowi saat kampanye Pilpres tidak menjamin ketertarikan warga secara emosional, seiring dengan kinerja Jokowi yang belum begitu memuaskan publik.

Entah, strategi Personal Branding apa yang sedang dilakukan tim sukses RK. Yang pasti penulis sampai sekarang baru melihat dua hal itu, yaitu mengurangi dominasi red colour pada aktivasi branding melalui adveritising dan soal angka Salam Dua Jari. Brand itu penting, karena dari brand inilah segala aktivasi kampanye bisa berjalan dengan baik.

Brand sebagaimana dikatakan sejumlah ahli adalah janji yang disampaikan secara spesifik dan konsisten kepada penjual (Kotler, Armstrong). Brand juga bisa diterjemahkan sebagai ide, kata, desain grafis dan suara yang mensimbolisasikan produk, jasa dan perusahaan yang memproduksi produk dan jasa tersebut (Janita).

Lalu bagaimana Personal Branding Wahidin?. Sebelas dua belas dengan RK. Wahidin pun sejauh ini tidak begitu tegas mengkristalkan Personal Brandingnya. Padahal WH memiliki highlight sebagai mantan Walikota Tangerang yang sukses melakukan reformasi birokrasi. Sayang, highlight ini tidak masif dikampanyekan melalui konten-konten aktivitasi brandingnya WH.

Penulis hanya melihat konten Mari Bersama Membangun Banten, padahal slogan ini kental seperti sudah menjadi hak milik keluarga Andika. Personal Branding WH justru lebih mengigit dan heroik saat berpasangan dengan Irna Narulita melawan Atut-RK. Ketika itu WH mengusung tagline perubahan'Tagline ini  mirip dengan yang pernah dibawa Barack Obama pada Pilpres pertamanya Change, We Can.

Karena dua-duanya belum terlihat Personal Branding yang menggigit maka pointnya masih 0-0, Mungkin ini PR para tim sukses masing-masing, sebab bekerja dalam aktivitas kampanye akan ngacak kalau Personal Branding sang calon belum dicreat dengan baik. Konten komunikasi politik tidak fokus, begitu pula dalam aktivasi branding melalui iklan, baik indoor maupun out door juga sumir karena terkesan sesuka-sukaya, stylish calon juga belum ada karakternya.Masih ada waktu untuk segera mengatur personal branding sang calon.

Semoga ke depan publik makin melihat secara jelas diantara kedua tokoh ini, apalagi ini Head to Head. Biasanya kalau Head to Head perbedaanya cukup mencolok dan terlihat kasat mata, namun kali ini tidak begitu terlihat.

Penulis,
Karnoto


Unknown

Networking MAHARTIBRAND

MahartiBrand adalah jaringan dari Banten Family yang bergerak dibidang konsultan branding dan komunikasi pemasaran periklanan.

0 komentar:

Posting Komentar

CLIENT