Minggu, 30 Oktober 2016

Emotional Politic

Branding sesungguhnya berkaitan dengan pangsa pikiran dan emosi, bukan dengan pangsa pasar.
---Marc Gobe--

Mengawali tulisan kali ini saya ingin mengajak pembaca membuka memori otak kita tentang presiden Indonesia, Soekarno, Soeharto, Gusdur, Megawati Soekarnoputri, Susilo Bambang Yudhoyono atau biasa dikenal dengan singkatan SBY serta Jokowi. Manfaatnya apa?. Ini ada kaitannya dengan tema tulisan. Ide awal menulis tema tentang Emotional Politic ini muncul ketika saya membaca buku karangan Marc Gobe, seorang ahli branding merek yang berjudul Emotional Branding.

Marc memang tidak membahas tentang politik tetapi khusus mengenai branding merek- merek terkenal di Amerika Serikat. Namun menurut penulis branding merek pada produk komersial tidak jauh berbeda dengan politik. Saya merasa yakin kalau kesimpulan ini tidak keliru 100 persen karena berdasarkan bukti empiris. Sebagai seorang jurnalis saya menemukan fakta-fakta yang membuktikan bahwa dalam konteks strategi marketing produk komersial 99,9 persen memiliki kesamaan dengan strategi marketing politik. Mulai dari Marketing Communication Consept, manajemen event, advertising hingga branding personal. Bahkan sampai hal teknis seperti direct selling, manajemen distribusi hingga manajemen risiko, nyaris tidak ada bedanya.
   
Istilahnya saja yang berbeda tetapi pada substansinya sama, yaitu bagaimana memengaruhi konsumen dalam hal ini pemilih agar menjadi konsumen (pemilih) loyal sehingga menguntungkan partai politik. Dengan menguasai pasar maka bisa lebih lama menjadi market leader sehingga menjadi partai pemenang sepanjang massa. Kita buka memori pertama yaitu Presiden Soekarno. Sang proklamator ini sangat menonjol pada sisi emotional branding. Cara dia berpidato, cara dia membangkitkan semangat rakyatnya, cara dia memperlakukan tamu negara dan hingga tukang masak istana pun Soekarno selalu melakukan emotional politic.
   
Emotional politic inilah yang membuat Soekarno masih memiliki pendukung loyal hingga kini. Bukan saja pribadi Soekarno, tetapi barang-barang peninggalan Soekarno mulai dari cincin sampai isu soal harta karun Soekarno. Inilah pendekatan politik riil yang ternyata menjadi metode modern oleh sejumlah perusahaan ternama dan diadopsi oleh para politisi. Dalam produk komersial, sebuah merek yang ingin memiliki konsumen loyal dan bertahan lebih lama harus mengguggah perasaan konsumen. 
Lihat gaya komunikasi yang dilakukan Sariwangi di layar televisi, sangat emotional. 

Dalam iklannya, Sariwangi menggambarkan seorang suami yang kesel kepada istri karena pesan singkatnya yang menanyakan menu makan hari itu tetapi ternyata istri tidak tahu kalau sang suami mengirim pesan singkat. Apa yang terjadi, disitulah Sariwangi hadir seperti ingin menggambarkan bahwa kalau suami sedang kesel sajikan saja Sariwangi maka akan tersenyum kembali. Sederhana dan mengguggah emotional keluarga Indonesia.
    
Ini pula yang dilakukan Teh Botol Sosro. Komunikasi produk ini begitu sederhana dan menyentuh perasaan konsumen di Indonesia. Apapun Makannya, Minumnya The Botol Sosro, sebuah tagline dan gaya komunikasi yang cerdas karena mampu mengguggah emosional konsumen Indonesia. Wajar kalau produknya bertengger di papan atas. Inilah yang disebut Marc Gobe suatu merek menjadi hidup bagi masyarakat dan membentuk hubungan mendalam dan tahan lama.  Kembali pada politik, emotional politic juga dilakukan Soeharto. 

Bagaimana ia mampu mendoktrin azas Pancasila, bagaimana Soeharto membentuk opini publik bahwa dialah bapak pembangunan. Dan yang tidak kalah pentingnya bagaimana Soeharto membangun hubungan emotional yang cukup kuat dengan kalangan militer. Lagi-lagi semua itu adalah bagian dari emotional politic. Ini pula yang dilakukan Megawati Soekarnoputri yang ketika itu dijadikan simbol wong cilik. Emosi rakyat kecil disentuh sehingga mengguggah rasa dan kesetiaan rakyat terhadap Megawati.
   
Presiden SBY pun demikian. Emotional politic dia lakukan sehingga terpilih untuk kali keduanya menjadi presiden. Ia dikenal sosok yang memiliki paras gagah dan dalam posisi terzalimi karena ada kesan dikucilkan di masa pemerintahan Megawati saat masih menjabat sebagai Menteri Polhukam. Lagi-lagi emotional politic berperan di sini dan mampu menggaet pemilih. Rakyat kali pertama memilih SBY bukan karena leadershipnya karena sebagian rakyat tidak mengetahui sebelumnya siapa SBY. Namun berkat emotional politic SBY mampu menyingkirkan pesaingnya.
   
Dalam konteks politik daerah pun  emotional politic dilakukan, dimana para politisi di daerah mulai dari anggota Dewan, Bupati dan Walikota hingga Gubernur membangun hubungan emosional. Sebagai studi kasus di Banten. Kita bisa melihat emotional politic ini cukup dari gaya komunikasi beberapa kepala daerah melalui advertising. Walikota Tangerang Selatan, Airin Rachmi Diany misalnya, Anda coba akses di websitenya maka disitu ada beberapa foto Airin yang cukup emosional. Seperti foto Airin yang sedang mendengarkan veteran TNI, foto bersama pakai handpone dengan seorang ibu. 

Hal serupa juga dilakukan oleh Irna Narulita, Bupati Pandeglang yang sukses merebut kursi nomor 1 di kota santri ini. Irna dalam kampanyenya lebih banyak menggunakan strategi emotional politic ketimbang lainnya. Jangan heran kalau kemudian ia lebih banyak dikerubuti pendukungnya terutama ibu-ibu. Tampak dalam kampanye Irna sedang berada di dapur milik salah seorang warga sambil jongkok. Bagi Anda yang mengerti politik pasti paham maksud yang sebenarnya, namun bagi kebanyakan warga tidak sampai menganalisa seperti apa yang akademisi atau para praktisi politik lakukan. 
    
Penulis tidak sedang membahas apakah foto tersebut kepribadian personal yang bersangkutan atau sekadar rekayasa. Namun, dalam memasarkan produk apalagi branding personal maka hal itu harus dilakukan mengingat ada pesaing yang dipastikan melakukan hal serupa. Anda lihat Jokowi, branding personal dengan kemeja kotak-kotaknya cukup emosional ditambah gaya komunikasi Jokowi yang apa adanya dan mudah dipahami masyarakat.   

Emotional politic yang penulis maksud bukanlah money, melainkan rasa dan cara politisi melakukan komunikasi politik. Gugahlah rasa para pemilih melalui ikatan emotional yang kuat. Dalam produk komersial rakyat adalah calon konsumen yang memiliki selera macam-macam. Cuma satu yang tidak bisa dibedakan yaitu urusan emosional. 

Mengapa emotional politic parlu dilakukan?. Alasannya cukup sederhana yaitu karena yang dibidik adalah manusia, dimana mereka memiliki rasa dan keinginan serta kepribadian yang bermacam-macam karena memiliki latar belakang berbeda. Dalam teori Psikologi menurut Sigmund Freud, kepribadian manusia terdiri dari tiga struktur yaitu Id, Ego dan Superego. Id adalah keinginan untuk selalu merasa puas. Keinginan ini diatur oleh Ego agar tidak bertentangan dengan lingkungan sosial, sedangkan Superego sendiri adalah bagian moralitas. Pada bagian inilah emotional politic bermain sehingga timbal baliknya adalah emotional positive dari pemilih yang akan menguntungkan sang calon.

Karnoto
Brand Consultant

Unknown

Networking MAHARTIBRAND

MahartiBrand adalah jaringan dari Banten Family yang bergerak dibidang konsultan branding dan komunikasi pemasaran periklanan.

0 komentar:

Posting Komentar

CLIENT