Minggu, 04 Desember 2016

Fenomena Middle Class Muslim Indonesia [Bagian 3-HABIS]

Adu Strategi dan Perang Opini

Semua orang berkata menang di medan tempur itu baik,
padahal tidak. Jenderal yang memenangkan setiap pertempuran
bukanlah jagoan sejati. 

Membuat musuh kalah tanpa bertempur
itulah kuncinya. Lebih baiklah menjaga keutuhan negeri
daripada menghancurkannya. 

Mengalahkan lawan tanpa bertempur
Itulah puncak kemahiran. 

Mengalahkan lawan tanpa bertempur Itulah puncak kemahiran.
--- Sun Tzu ---

Oleh: Karnoto

Pertempuran yang paling melelahan sesungguhnya adalah pertempuran opini. Sebab kita harus memfungsikan seluruh sel otak, urat syarat, ketenangan jiwa termasuk nutrisi gizi agar selalu berfikir jernih.Sebab pertempuran opini lebih samar dan halus, kemampuan meracik kata per kata menjadi kalimat yang bermakna menjadi kunci utama dalam memenangkan pertempuran opini. Tidak gampang memang, tetapi juga bukan perkara yang sulit, apalagi bagi kelas menengah muslim yang bertahun-tahun “dipaksa” membaca buku, baik buku teks maupun konteks.

Kalau saya tidak salah dalam sejarah Nabi Muhammad SAW, perang opini sering terjadi dan inilah hebatnya Nabi yang mampu menangkap sesuatu yang orang lain tidak tahu. Kalau dalam bahasa sekarang menangkap “Berita di Balik Berita”. Terkadang kita tertipun dengan opini yang seakan-akan menguntungkan umat muslim padahal ada “Mirong di Balik Gorengan”.
Masih ingat Majalah Obor?. Majalah ini begitu terkenal ketika masa Pilpres tiga tahun lalu. Isinya hujatan, cacian dan demarketisasi Jokowi. Majalah itu masuk ke pesantren-pesantren, majelis taklim dan warung kopi. Ketenarannya mengalahkan media cetak yang sudah puluhan tahun berdiri. Ketika itu, pendukung Prabowo begitu semangat 45 untuk menyebarkan majalah yang isinya penghakiman pada Jokowi. Lalu apa yang terjadi? Jokowi menang atas Prabowo.

Apa yang terjadi sekarang, Velix Vernando Wanggai menjadi Komisaris PT Aneka Tambang Tbk, sebuah BUMN yang sekarang presidennya adalah Jokowi. Mungkin ada faktor lain, tapi dalam konteks opini kita “terjebak” padahal kita begitu paham bahwa masyarakat Indonesia itu gampang “memelas”, mereka cepat menaruh simpati kepada orang yang dicaci. Tidak heran sebagian orang rela menjadi objek untuk dikesankan dizalimi agar ada simpati.

Inilah yang sedang dimainkan Ahok oleh para buzzernya. Beruntung Aksi Super Damai Jilid 3 kemarin kita berlangsung apik dan mengundang simpatik banyak orang. Oh ya lupa, saya mau cerita perang opini pada salah satu pertempuran yang pernah dilakukan oleh pasukan umat muslim bersama Nabi Muhammad SAW. Ketika itu, posisi umat muslim sedang sumringah karena jumlahnya banyak, tapi karena terlena akhirnya dalam peperangan justru terdesak.

Musuh pasukan muslim mengerti betul psikologi umat muslim, bahwa mengalahkan perang secara terbuka mustahil maka harus ada strategi jitu yang halus. Perang opini, itulah strategi musuh yang nyaris sukses jika tidak ada pertolongan Allah SWT. Saat perang dan pasukan umat muslim terdesak, musuh Islam membuat opini bahwa Rasululah telah meninggal di tangan pedang orang kafir.
Kabar ini berhembus ke pasukan muslim dan sempat melumpuhkan semangat pasukan muslim. “Rasulullah masih hidup, Rasulullah masih hidup,” teriak sahabat Nabi dengan semangat sembari memperlihatkan posisi Rasulullah. Seketika itu pula semangat pasukan muslim bergelora kembali dan berhasil memenangkan pertempuran.

Itulah yang saya katakan dari awal bahwa pertempuran opini jauh lebih melelahkan, repot dan butuh kecerdikan khusus. Sebab perang opini tidak terlihat seperti perang fisik. Pertempuran terkadang dilakukan jarak jauh dan hanya bermodalkan deretan kata dan kalimat yang dikirim secara berantai. Bagi kita, umat muslim sebetulnya Nabi sudah mengajarkan cara mengalahkan pertempuran. Rentetan peristiwa Rasulullah dalam berbagai pertempuran sesungguhnya mengajarkan kita agar selalu menang.
Bahkan Rasulullah mengajarkan kita bagaimana cara memenangkan pertempuran tanpa harus bertempur.

Jika kita baca Sirah Nabawiyah, kita akan menemukan kisah bagaimana Rasulullah menaklukan musuh tanpa harus bertempur. Ingat kisah Futtuh Makkah?. Dalam sirah, sebelum Rasulullah tiba di Mekkah, sejumlah sahabat dikirim untuk menyampaikan opini bahwa Rasulullah datang bersama pasukannya yang jumlahnya cukup banyak. Informasi itu sampai kepada musuh dan orang-orang kafir yang di Mekkah. Mereka pun ciut nyalinya, sebagian bersembunyi dan berlari. Dari sini Rasulullah sesungguhnya telah memenangkan pertempuran, tanpa harus perang. Saat pasukannya mendekat suara langkah kaki sengaja dihentakan sehingga suaranya semakin menggetarkan, gema salawat dan takbir diteriakan dengan lantang agar orang-orang di Mekkah tahu bahwa memang benar pasukan Rasulullah SAW begitu banyak. Dan Futtuh Mekkah pun diraih, tanpa harus perang. Inilah revolusi damai sepanjang sejarah yang terjadi di dunia. Tanpa pertumpahan darah.

Dalam kisah lain, Rasulullah juga melakukan perang opini dengan orang-orang kafir. Persisnya saat melakukan Shalat Idul Fitri di Mekkah. Ketika itu, Rasulullah memerintahkan umat muslim untuk dating ke lapangan menggunakan jalur A dan pulangnya ke jalur B. Ini dimaksudkan untuk membuat opini bahwa jumlah umat muslim memang besar.
Perangn opini memang strategi psikis terhadap musuh. Dulu, sejumlah raja membuat sungai kecil dan diisi buaya-buaya, benteng tinggi dan pasukan yang menyeramkan. Maksdunya adalah untuk membuat opini bahwa kerjaaan tersebut memang kuat dan menakutkan. Biasanya dibuat pada jalur menuju ke ruang utama raja sehingga ketika seseorang mau menghadap sang raja psikisnya sudah melemah.

Konteks Kekinian
Beberapa tahun terakhir, kita memang menghadapi perang opini yang begitu dahsyat melalui media mainstream dan sosial media. Pada pertempuran media mainstream jelas umat muslim kalah telak karena tidak memiliki media sendiri. Namun beruntung, sebagian umat muslim telah beranjak naik ekonominya menjadi kelas menengah sehingga mau berfikir. Paling tidak untuk survive menghadapi perang opini. Dan social media adalah pilihannya. Pilihan ini masuk akal, rasional dan terbukti sedikit demi sedikit bisa menghalau opini public terhadap umat muslim.

Aksi Damai 411 dan 212 tahun 2016 menjadi laboratorum sekaligus uji kemampuan kelas menengah muslim dalam duet melalui opini. Pada aksi 411, umat muslim diserang dengan objek perusakan taman dan ricuh, tapi bersyukur karena pada aksi 212 umat muslim berhasil membalasnya dengan menang telak. Aksi simpati tanpa kerusakan taman dan damai diviralkan dengan massif sehingga muncul simpatik dari public.

Bahkan persiapan “perang” opini menghadapi aksi tandingan 412 pun sudah dilakukan melalui social media, seperti himbauan untuk tidak memposting atau komentar aksi 412 karena itu dikhawatirkan akan menjadi trending topic, mengalahkan aksi 212. Keberhasilan panitia menghadirkan Jokowi dalam Aksi Super Damai Jilid 3 juga menjadi entry point. Paling tidak ini memberikan singal bahwa posisi Ahok memang sedang terjepit.

Saya memprediksikan “perang” opini akan semakin memanas seiring dengan dinamika politik yang terjadi sekarang. Bukan saja ditingkat tanah air, tetapi tingkat dunia yang memang sedang bergejolak. Semoga umat muslim semakin cerdas dan mampu menguasai medan pertempuran “perang” opini. Foto dan rangkaian kalimat menjadi sebuah tulisan adalah keniscayaan. Kita harus mampu meracik ide dan gagasan dengan bahasa yang membumi sehingga seprihan hikmah bisa kita kemas dalam bahasa kaum kita.

Butuh keterampilan memang, butuh ketalatenan dan butuh keseriusan. Namun percayalah, “perang” opini ini akan menjadi penentu kemenangan kita. Berapapun jumlah masa kita, sebagus apapun aksi kita, tanpa opini yang terampil maka akan menjadi senjata makan tuan. Wallahu’alam.

*Penulis adalah Alumni KAMMI Banten, Owner Maharti Brand

Unknown

Networking MAHARTIBRAND

MahartiBrand adalah jaringan dari Banten Family yang bergerak dibidang konsultan branding dan komunikasi pemasaran periklanan.

0 komentar:

Posting Komentar

CLIENT